
Cerita ini berawal dari obrolan dengan temanku yang ingin meneruskan sekolah ke janjang lebih tinggi di ITB. Saya baru tahu kalau kurikulum ITB sekarang baru; beda. Semenjak merubah diri dari Program Studi Teknik Elektro menjadi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika. Apanya yang beda? yang jelas lebih terintegrasi. Dan yang paling mencolok adalah munculnya sempalan baru yaitu Information Technology Group.
Saya sendiri lulus dari major Elektronika. Yang menarik perhatian saya kemudian, tentunya, adalah kurikulum major Elektronika, yang kalau untuk
graduate study disebutnya Mikroelektronika. Ternyata ga jauh beda! Kirain.
Apa nya yang ga jauh beda? Gado-gado-nya. Saya sudah mencoba buka-buka situs Universitas luar yang menawarkan major di bidang Mikroelektronika. Kurikulum mereka cenderung lebih fokus, kalau boleh saya nilai. Contoh kasusnya adalah pemisahan antara VLSI yang lebih cenderung pada Computer Engineering dengan Nanotechnology yang lebih cenderung pada Microelectronics.
Tapi di ITB? Bayangkan, ada kuliah
Intelligent System Design dan
Nanotechnology dalam major yang sama. Saya bicara dalam hal
graduate programe lho ya, bukan
undergraduate. Wajar? Menurut saya tidak. Terlalu lebar dan tidak fokus.
Teman saya berkomentar lain.
"Kalau cuma begitu (memisahkan VLSI dengan nanotech-red), dirimu cuma jadi programmer," katanya.
"Saya rasa elektro itu seperti cubic cube, goal-nya adalah membuat semua sisi mempunyai warna seragam. Tapi kita hanya lihat maksimal 3 sisi. Saat kita puter untuk merapikan satu sisi, kadang kita lupa kalo perputaran itu juga mempengaruhi yang lain. Saat kita putar tanpa memikirkan sisi yang lain, yang terjadi, kita hanya bisa membenarkan warna 1 sisi saja. Padahal masih ada 5 sisi yang ternyata belum rapi. 1 perubahan akan membawa perubahan pada yang lain. Konsiderasi, tidak bisa dilihat hanya 1 sisi." tambahnya mantap.
Saya antara setuju dan nggak setuju.
"Tetep aja cuma 3 sisi yg bisa kita lihat, jangan muter2 tapi ga fokus.". Jadi nggak bertentangan
donk, dengan pernyataanku, bahwa kita perlu fokus dalam mengerjakan suatu bidang, termasuk elektro. Fokus bukan berarti mengabaikan hal-hal lain. Fokus bukan berarti hanya melihat persoalan dari satu sisi saja. Masih inget
postingan saya tahun lalu?
Saya setuju dengan perumpamaan
cubic cube itu. Dan justru saya melihat lebih dalam lagi, bahwa segala sesuatu bisa dipandang sebagai
cubic cube. Coba saja, program studi Teknik Elektronika hanya bagian dari STEI (Sekolah Teknik Elektro dan Informatika), STEI hanya bagian dari ITB, ITB hanya bagian dari seluruh civitas akademia Indonesia. Lebih jauh lagi, ilmu Elektro ini hanya bagian dari Ilmu-ilmu lain yang saling berkait, lebih jauh lagi, semua adalah bagian dari kehidupan yang dibungkus dalam satu kaidah besar: Islam.
Saya berikan sedikit ilustrasi. Dalam membuat produk bernama "SoC chip", diperlukan minimal 4 group utama, modeling engineer, RTL engineer (hardware), software engineer, dan layout/physical engineer. Nah, masih-masing group membidangin bidang yang berbeda. Orang software mana ngerti gimana cara layout. Orang modeling mana ngerti gimana bikin software.
Tapu kalau tahu? Yup, tahu. Hanya sekedar tahu tapi tidak mengerti tidak mendalami. Itulah mengapa pentingnya mengadiri meeting rutin antar group,
ehehe. Kita mengurusi satu hal (istilahnya 3 bidang
cube yang terlihat), tapi bukan berarti mengabaikan sisi bidang lain. Fokus! Beda dengan cuek. Sama halnya dengan kuliah 'kan? Harus fokus, tapi tidak mengabaikan kuliah-kuliah lainnya.
Kalau mau melihat Elektro sebagai sebuah
cubic cube saja, saya pikir kurang. Elektro adalah
cubic cube dalam
cubic cube yang lebih besar. Seorang engineer elektro tidak hanya hidup dalam ruang linkgup elektronika, tapi juga ruang lingkup masyarakat, negara, bahkan untuk ukuran terkecil: keluarga. Semua ada
cubic cube yang harus ditempatkan pada posisi dan porsinya masing-masing.
Much more bigger, everything is a cubic cube in a cubic cube, it's just a matter about how we manage them so that everything become harmony. (ya2n)