Sunday, April 19, 2009

Merayu Diri Mencintai Al-Qur'an

"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku." (Al-Fajr 27-30)




Ungkapan lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan semacam itu?

Kita bisa bekerja keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur'an. Tetapi di saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur'an.

Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur'an antara lain:

1. Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur'an.

2. Kita paham bahwa menghafal Al-Qur'an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.

3. Kita sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan berbagai hal guna memahami isi Al-Qur'an bahkan hal minimal untuk memahaminya.

4. Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur'an sangat besar keutamaannya, tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur'an, sangat sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur'an.

5. Kita paham bahwa shalat yang baik, khususnya shalat malam, adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita tidak tertarik terhadap besarnya keutamaan membaca Al-Qur'an didalam shalat.

6. Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur'an dan Allah subhanahuwata'ala akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.

7. Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur'an, tetapi keutamaan tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqomah alam berinteraksi dengan Al-Qur'an.

8. Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur'an dan mereka pun menguasai kehidupan dunia, namum jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada dibawah naungan Al-Qur'an.

*Oleh-oleh Daurah Al-Qur'an, salah satu materi yang disampaikan ust Abu Yahya, 19 April 2009.

Tuesday, April 7, 2009

Jangan Tergesa-gesa

Kita tidak hidup dalam masyarakat ideal; belum ideal,
Kehidupan yang hanya duniawi belaka, pergaulan yang terlampau batas, mengumbar syahwat,
Kerja yang malas-malasan, tidak sehat, kecurangan, tidak amanah.

Tak ada Islam dalam kamusnya,
Tak ada Masjid dalam pikirnya,
Tak ada Al-Qur'an dalam rindunya.

Apa itu?
Apakah untuk dunia yang fana dan semu?
Apakah untuk pergaulan yang menjerumuskan?
Apakah untuk kesenangan melenakan?

Sempit, menyesakkan hati,
Lalu seseorang berteriak tak sabaran,
"Kenapa begini kenapa begitu?"
Tapi orang bijak menimpali,
"Jangan tergesa-gesa, walau begitu, kita hidup ditengah-tengah mereka."

Jazirah Arabia 14 abad yang lalu,
Ketika itu, seorang shahabat mengadu kepada Rasulullah,
"Wahai Rasulullah SAW, tidakkah engkau berkenan untuk berdo’a bagi kami? Tidakkah engkau berdo’a agar dakwah ini segera mendapatkan kemenangan?"

Mendengar ini Rasulullah bersadba,
"Kalian ini belum seberapa. Orang-orang sebelum kalian pernah mengalami peristiwa yang lebih mengerikan. Musuh Allah menggali lubang, lalu ada yang dimasukkan ke dalam lubang, kemudian digergaji kepalanya menjadi dua. Ada juga yang disisir dengan sisir besi sehingga kulitnya mengelupas dari tulang-tulangnya. Tetapi itu semua tidak membuatnya bergeser dari agamanya. Demi Allah, agama ini akan mengalami kemenangan sehingga seseorang yang berjalan dari hadlramaut hingga ke San’a tidak merasa takut kepada sesuatu pun melainkan takut kepada Allah. Maka kalian jangan tergesa-gesa."

Kini, kita tidak hidup ditengah masyarakat ideal. Maka jangan Isti'jal, jangan tergesa-gesa. Isti'jal adalah keinginan untuk segera merasakan dan memetik hasil perjuangan. Kita perlu mengambil pelajaran dari kisah shahabat tadi. Bahwa mengambil jalan Islam berarti harus bersabar, tidak isti'jal. Islam akan dimenangkan, itu adalah keniscayaan. Seorang Muslim sejati akan beruntung, itu adalah keniscyaan. Tapi kemenangan dan keberuntungan sejati itu adalah tetapnya kita dalam jalan lurus ini, istiqomah-nya kita dalam ber-Islam ini. Bagaikan ikan, yang tetap tawar walau harus hidup ditengah lautan yang rasanya asin.

Maka jangan tergesa-gesa. Semua ada prosesnya. Apakah Nuh gagal dalam dakwahnya karena sedikitnya pengikut? Tidak! Bahkan Nuh termasuk Nabi-Nabi istimewa Ulul Azmi. Karena kesabarannya menghadapi dunia, dan istiqomah di jalan-Nya. "Nuh berkata: "Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam."

Nuh telah berdakwah siang dan malam, kalau tidak berhasil secara sembunyi, secara terang-terangan. Dan seluruh hidupnya, seribu tahun lamanya, tetap dalam kesabaran, menanti kemenangan. Dan Allah telah menetapkannya kemenangan sejati Nuh alaihissalam karena kesabaran dan istiqomahnya, tidak tergesa-gesa, tidak isti'jal.

Maka kita perlu mengambil pelajaran dari mereka, yang tidak tergesa-gesa dan bersabar. Terus meniti jalan-Nya walau penuh onak dan duri. Karena kemengangan dan keberuntungan sejati adalah ketika kita istiqomah di jalan-Nya, bersabar atasnya, dan tidak tergesa-gesa. Wallahu a'lam.

Pemimpin Instant

Saat ini, banyak pemimpin (baca: caleg) yang instant. Muncul begitu saja. Tidak pernah dikenal pernah memimpin, tidak pernah dikenal track record-nya. Tiba-tiba muncul di iklan, muncul di selebaran. Siapakah mereka? Entahlah, rakyat belum mengenalnya. Itulah pemimpin instant; langsung jadi.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memulai kepemimpinannya dari kecil sampai besar. Mulai memimpin 5 orang, 10 orang, lalu satu tim, 100 orang, 1 organisasi, 1000 orang, memimpin lebih banyak lagi, dan lebih banyak lagi, sampai memimpin rakyat Indonesia.

Apa jadinya kalau pemimpin-pemimpin ini datang secara instant? Mereka tidak merasakan terjun langsung di lapangan. Tidak menjiwai seluruh lapisan dari bawah sampai atas. Maka kebijakan-kebijakan tidak akan mengena dengan tepat, bahkan cenderung dilanggarnya. Contoh nyata adalah bagaimana para pejabat justru terlibat koruspi, anggota dewan yang memutuskan APP justru terpergoki terlibat pornografi, dan banyak lagi.

Sebentar lagi waktunya kita menentukan pilihan kita. Pemilu legislatif dan presiden 2009. Pesan saya, gunakan hak pilih Anda. Tiap Muslim wajib memilih pemimpinnya. Bahkan ketika bepergian 3 orang pun, bahkan dalam shalat hanya 2 orang sekali pun. Pilihlah pemimpin kita. Siapa pemimpin yang harus kita pilih? Yang jelas bukan pemimpin instant, tapi pemimpin yang menghayati kepemimpinannya mulai dari kecil, lalu menjadi besar.

gambar diambil dari sini