Saturday, June 21, 2008

Buang Sampah: Belajar Tertib dari Jepang

Masyarakat Jepang memang unik. Ciri sosio-culture-nya hampir tidak bisa ditemui di negara-negara lainnya. Komuro Noaki, seorang ilmuwan politik pernah mengeluarkan pernyataan ini dalam diskusi di salah satu stasiun TV nasional (1):
"Ada satu konsep sosiologi yang amat penting yang dapat diterapkan di setiap negara kecuali Jepang. Yaitu konsep tentang agama dan norma yang didasarkan atas kontrak. Orang Amerika dan Eropa tidak menemui kesulitan untuk memahami orang Cina atau Korea, karena konsep mereka semua berasal dari masyarakat berdasarkan kontrak."
Ini menarik. Jepang yang terkenal dengan ketaatan pada aturan ternyata tidak mendasarkan bentukan masyarakat mereka pada suatu aturan atau perjanjian. Walau begitu, tidak berarti bahwa perjanjian tidak berpengaruh penting dalam struktur sosialnya. Ungkapan "Seorang Samurai tak pernah bergeser dari janjinya" adalah contoh yang baik.



Saya tidak akan berpusing-pusing membahas sosio-culture mereka yang unik. Hanya saja, saya terkesan ketika sempat mengunjungi Fukuoka, salah satu kota di pulau Kyushu. Bahwa orang-orang seakan secara disiplin mengerjakan hal yang sama yang telah menjadi aturan bagi mereka, atau paling tidak konsensus, padahal mereka tidak dibentuk atas dasar aturan. Hal yang mereka lakukan adalah: tertib buang sampah. (penting ya? :D)

Penting, karena sampah di kontrakanku udah menumpuk dan banyak dan belum dibuang, dan.. eh.. ehm, maaf. Penting karena hal yang besar dimulai dari hal yang kecil (halah). Iya, betul itu. Saya merasakan sedikit kecewa ketika pertama kali menginjakkan kaki kembali ke tanah air waktu itu. Yang jelas, perkara tidak tertib membuang sampah merupakan salah satu indikasi bahwa: 1) malas, 2) jorok, 3) berantakan, 4) tidak rapi, 5) tidak indah, 6) silakan sebut sendiri.

Yuk, mari kita mulai biasakan tertib membuang sampah. Beberapa cara agar membuang sampah bisa tertib adalah: pisahkan sampah basah, sampah kering, kering, kaleng, kertas, dan plastik. Lalu rutin buang sampah, jangan biarkan sampah menumpuk. Terakhir minimalisir hal-hal yang mengakibatkan sampah, kalau perlu beli makan diluar beli saja, tidak usah dibungkus.

Sebagai gambaran, kalo di Jepang, tiap jenis sampah dipisah plastiknya. Hari buang sampahnya pun diatur, hari ini buang sampah kaleng, hari ini sampah basah/dapur, dll. Dan plastik untuk buang sampah nya pun harus beli, alias bayar. Jadi kalo orang buang sampah malah bayar, kalo buang sampah sembarangan akan didenda. Kalau di kita, walau dipisah tetap saja akhirnya dicampur. Kasi tahu aja, "Mang, ini sampah udah saya pisah, jadi lebih enak kalo ada yang mau daur ulang, apa mungut". Hehehehe ^_^.

Yah, nilai-nilai sosial yang diusung warga suatu negara adalah hasil dari proses evolusi bertahap, yang tak terbilang banyaknya. Walau demikian, bukan tidak mungkin akan berubah dan berubah menjadi baik. Lihatlah komentar salah seorang anak bangsa mengomentari bangasnya sendiri. Jadi ingat tulisan saya dulu. Bangsa bisa berubah, sudah banyak orang baiknya yang mau mendukung perubahan. Hanya belum sampai critical mass. So, apakah kita termasuk satu dari sekian banyak orang yang menambah critical mass itu? (ya2n)

No comments:

Post a Comment