Sunday, November 8, 2009

Keteladanan Ekstrim

Saya baru dapet istilah ini waktu jadi pembicara tamu di Asrama Etos Ahad lalu. Kebetulan ada kang Hafiz EL'98 juga yang juga jadi pembicara disana. Ceritanya saya sebagai wakil profesional, kang Hafiz wakil enterpreneur.

Alhamdulillah, saya senang sekali bisa sharing, berbagi banyak hal kepada peserta tentang pengalaman saya, yang saya sendiri pun baru menyadari saat itu juga, betapa perlunya saya bersyukurinya atas hal ini. Kalau tidak ada undangan mengisi acara seperti itu, mungkin saya belum menghayati dan mensykurinya.

Kata seorang ustadz, "Kita jadi besar ini sebenarnya hanya karunia Allah. Kita sering berbicara jika ingin menjadi besar maka begini begitu, padahal dulu sebelum jadi besar, tidak dengan kesadaran mempraktekan apa yang dibicarakan sekarang ini, bahkan mengetahui ilmunya pun tidak." Semua itu tidak lain hanya jalan yang Allah karuniakan kepada hamba-Nya.

Dari acara itu, justru banyak ilmu yang bisa saya ambil . Salah satu yang saya dapatkan adalah istilah "keteladanan ekstrim." Walaupun sebenarnya tidak seratus persen baru karena esensinya pernah saya dapatkan dari murabbi sejak dulu, hanya pengistilahan yang berbeda. saja. Pun hakekat itu telah menempel kokoh di hati saya sejak lama. Tapi kali ini ingatan saya itu kembali tergugah.

Keteladanan ekstrim

Maksud saya adalah: negeri ini butuh sosok-sosok teladan yang extreamly baik, tapi juga seorang da'i. Butuh seorang yang extreamly kaya, pengusaha, tapi juga da'i. Butuh seorang yang extreamly profesional, ahli satu-satunya di Indonesia, tapi juga da'i. Butuh seorang yang extreamly sukses dan dipandang di masyarakat, tapi juga da'i.

Tidak bisa kita pungkiri bahwa masyarakat menilai seseorang berdasar kedudukannya, dan menghormatinya berdasar penilaian kedudukannya itu. Seperti teori Pak Mario Teguh yang menyebutkan bahwa, "Jika Anda sebagai suami ingin didengar istri, maka tempatkanlah sebagai orang besar dihadapan istri. Jadilah suami yang bijaksana, berwibawa, penuh tanggung jawab, sehingga istri melihat Anda sebagai orang besar yang patut didengarkan," begitu pula hubungan kita dengan masyarakat.

Teori ini benar-benar berlaku di masyarakat. Contoh kecil saja. Byangkan ada seorang calon menteri yang extreamly kaya, lalu pada hari diangkatnya dia sebagai menteri, dia berkata, "Saya akan serahkan semua gaji saya untuk negeri! Bahkan separuh harta saya." Seketika itu juga masyarakat akan terperangah, shock, dan tiba-tiba melihat sosok yang begitu mengagumkan. Lalu peran ke-da'i-an-nya di masyarakat akan semakin dimudahkan. Ini sekedar contoh kecil saja. Dan kita butuh contoh-contoh nyata teladan yang ekstrim ini.

Jika ada pertanyaan siapa orang Indonesia yang ahli bikin chip? Jawabannya: orang Muslim. Siapa orang Indonesia yang jadi pengusaha paling sukses? Orang Muslim. Siapa orang Indonesia yang jadi professor dan dapat Nobel? Orang Muslim. Siapa orang Indoneisa yang dapet cap orang paling dermawan? Pasti orang Muslim! Muslim, Muslim, dan Muslim. Muslim berjaya karena Islam. Begitulah semestinya.

So? Mari kita hadirkan semangat itu dalam hati kita. Jadilah orang ekstrim baik, lalu hadirkanlan keteladanan ekstrim itu di masyarakat. Buktikan bahwa Islam itu tinggi, dan tiada yang lebih tinggi darinya, lalu perhatikan apa yang terjadi.

Saya agak terperangah dengan kalimat kang Hafiz yang katanya mengutip dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu'anhu, "Kalau ada 100.000 orang berjuang di jalan Allah, pasti saya ada di salah satunya, kalau ada 1000 orang berjuang, pasti saya salah satunya, kalau ada 10 orang berjuang, pasti saya salah satunya, kalau ada 1 orang berjuang, pasti itu adalah saya!".

Profesionalisme

Tak lengkap rasanya kalau saya tidak menyertakan apa yang saya sampaikan di Asrama Etos. Profesionalisme, dari kamus Merriam-Webster, berarti: "engaged in one of the learned" (see this). Tapi saya lebih suka menyebut profesinal sebagai sikap amanah (walau ada istilah lebih sering dipakai, yaitu, itqan). Amanah adalah sikap untuk menjaga dan memenuhi apa yang dititipkan kepadanya, termasuk dalam hal pekerjaan. Dengan amanah ini, seseorang akan termotivasi untuk selalu menjadi lebih baik dan selalu mencoba untuk bersikap 'professional'.

Lima hal yang saya rangkumkan berdasarkan pengalaman pribadi bergelut di dunia keprofesian adalah: niat, "passion", learn, practise, dan do'a.

_Niat_ adalah satu hal besar yang membedakan kita sebagai seorang Muslim dengan non-Muslim. Setiap hal, setiap waktu, setiap tetes keringat yang kita keluarkan tanpa disertai niat baik untuk beribadah, untuk memberikan sumbangsih pada Islam, maka akan sia-sia. Sungguh sayang jika seperti itu adanya.

_
"Passion"_ adalah rasa ketertarikan akan suatu bidang. Perlu bagi kita untuk menumbuhkan rasa ketertarikan terhadap bidang yang ingin kita profesionalisasi, sebagai bahan bakar yang akan menghembuskan semangat setiap kali menjalaninya.

_Learn
_, jangan berhenti belajar, jangan berhenti bertanya.

_Practise_, ada teori yang dilakukan Malcolm Gladwell tentang orang-orang menonjol di bidangnya, ternyata adalah mereka-mereka yang memberikan waktu lebih untuk mencoba, orang-orang yang sudah melebihi 10.000 jam mencoba.

_Do'a_
, adalah keistimewaan kita sebagai orang Muslim, yaitu senjata orang Muslim. Semua bisa terjadi atas takdir Allah, dan ada takdir yang bisa dirubah dengan berdo'a.

Pada akhirnya, banyak sekali hal yang bisa dilakukan sebagai pintu menuju profesionalisme. Pun tulisan ini akan panjang sekali kalau harus membahas semua point diatas secara detail. Intinya semua bermuara pada diri sendiri. Pada akhirnya, action-lah yang akan menjawab. Dan 'ku tak 'kan lelah untuk membagi ilmu ini kepada orang lain, karena "Hidup akan bermakna kalau sudah bermanfaat bagi orang lain." Semoga tulisan ini memberi inspirasi (ya2n).

2 comments:

mutarabby said...

like this!a

Anonymous said...

Syukron mas sudah berkenan hadir, kpn2 dateng lagi ya :)

Post a Comment