Saturday, December 22, 2007

Life Style

Perlahan tapi pasti, ada sesuatu yang mulai berubah pada diriku yang jujur saja, tidak kuinginkan terjadi. Tapi apa boleh buat, semuanya mengalir begitu normal layaknya tidak terjadi apa-apa. Saya dulu membayangkan pengeluaran sehari-hari saya tidak akan jauh berbeda dengan saat masih mahasiswa. Saya dulu berpikiran, bahwa saat mahasiswa saja bisa menghemat kenapa tidak setelah lulus dan bekerja. Saya dulu mengira bahwa life style saat mahasiswa dan setelahnya tidak akan jauh bebeda.

Saya keliru. Seratus persen keliru. Karena saat ini kita menghadapi dunia yang berbeda. Berhubungan dengan orang-orang yang berbeda. Ketika berhadapan dengan orang yang kalau minum saja harus di starbuck, makan harus di resto Itali misalnya, mau nggak mau kita akan ikut-ikutan. Fashion yang semula bukan hal yang diperhatikan, sekarang menjadi perhatian utama. Belinya pun di distro-distro yang sudah brended. Apapun itu, selalu saja ada barang-barang yang ingin kita beli. Walhasil, biaya hidup bisa tiga-empat kali lipat ketika saat mahasiswa.

Wajarkah? Saya sendiri juga nggak tahu apakah itu wajar atau nggak. Yang jelas, saya nggak mau hisup boros dan bermewah-mewah. Kriteria wajar atau tidaknya memang sudah bergeser. Mungkin di mata mereka, teman-teman yang sudah kerja, hidupku sudah sederhana, tapi di mata tetanggaku atau di mata teman-teman mahasiswa sudah termasuk pemborosan (walaupun jujur saja, banyak mahasiswa sekarang yang jauh lebih boros hidupnya alias life-style-nya lebih mewah, yaa.. anak-anak konglomerat lah).

Dunia memang sedikit berubah. Iya.. akhirnya saya hanya bisa berfikir, It's okay beli barang ini, barang itu, branded lah, atau apa lah, asal barang itu awet dan tahan lama. Jadi mahal pun akan terasa hemat karena tahan lama 'kan? Makan-makan ya.. sesekali boleh lah, makan sebenarnya asal sehat dan mencukupi gizi 'kan. Tapi paling tidak, life style boros seperti itu tidak dicontohkan di perusahaan saya. Pak Trio, Pak Eko, mereka adalah orang-orang yang sangat sederhana untuk seukuran mereka, businessman, tentu kekayannya milyaran, tapi masih mau makan di kedai, warung makan Padang misalnya.

Alhamdulillah. Momen Idul Adha ini pun seharusnya bisa mengingatkan kita, bahwa dibalik dunia gemerlap kota Bandung, ada saudara-saudara kita disana yang untuk makan saja susah, apalagi beli-beli baju atau barang-barang tidak penting. Alangkah indahnya jika semua orang bisa berbagi. Mungkin boleh saja life style kita lebih mewah dari mereka, tapi alangkah indahnya jika kita mau berbagi. Yup, mari hidup sederahana dan saling berbagi ke sesama. (ya2n)


No comments:

Post a Comment