Wednesday, December 17, 2008

Seri Kebahagiaan: Cinta di Balik Pintu Rumah

Setiap pulang kerja, dalam kondisi badan lelah, mereka yang bekerja di Jakarta masih harus berhadapan dengan kemacetan yang luar biasa. Bukan lagi hitungan menit, selama berjam-jam para pekerja itu berada di dalam mobil, di atas motor, bahkan lebih banyak lagi yang berhimpitan dalam angkutan umum bercampur dengan peluh dan aroma tidak sedap semua orang.

Padahal pada saat pulang kerja, yang ada hanyalah energi sisa setelah dipagi hari kena macet, lalu bekerja 8 jam dengan beban kerja yang tidak ringan. Bayangkan, bagaimana kondisi fisik dan psikis seorang pekerja ibukota saat sampai di rumah.

Saya juga merasakan itu, namun semua tantangan itu saya anggap seperti sebuah pengkondisian untuk mendapatkan sebuah kenyamanan. Karena setiap kali sampai dirumah, senyum manis nan tulus istri tercinta senantiasa menyambut penuh dengan cinta, seakan memupus semua kepenatan yang tadi dirasakan.

Setiap kali jarak semakin dekat kerumah, kepenatan yang tadi memuncak, reda secara perlahan berganti dengan harapan sebuah sambutan hangat namun menyejukan hati. Wajah saya yang cemberut sisa bergelut dengan kemacetan dan berbagai ketidaknyamanan hari itu, juga perlahan netral dan kemudian berubah menjadi senyuman harap seiring semakin dekat jarak bertemu wajah berseri sang istri.

Sesampainya dirumah, menjelang mengetuk pintu, kepenatan itu seperti tinggal sisa-sisa saja. Hati saya terasa begitu nyaman yang langsung direspon tubuh dengan efek rasa rileks. Kuketuk pintu rumah seraya memberi salam, tak lama terdengar jawaban salam yang begitu halus menenangkan jiwa, ya... itu suara istriku, wajahnya menyembul dibalik pintu menyambutku dengan senyum manis dan binar matanya yang penuh kerinduan, kerinduan pada diriku. Dia mencium tanganku dan aku kecup keningnya dengan penuh rasa cinta. Subhanallah... inilah cinta, inilah taman syurga yang ada dunia. Rasanya.. istriku adalah bidadari paling cantik didunia.

Tak bisa saya bayangkan bagaimana rasanya seseorang yang memiliki pengalaman yang bertolak belakang dengan saya. Dalam kondisi penat pulang bekerja, tak ada salam diucapkan dan tak ada salam sebagai sambutan. Apalagi disambut dengan berbagai tuntutan yang semakin membebani pundak dan psikis. Penat belum hilang, isi kepala semakin penuh. Naudzu billahi min dzalik....

Ketika saya SMP dulu, saya pernah melihat seorang bapak yang baru pulang kerja berdiri didepan pintu rumahnya. Dia diam termangu menundukan kepala seraya menyenderkannya dipintu itu. Dia tampak kelelahan, namun sang istri tak membukakan pintu untuknya. Dari dalam terdengar suara keras,

“Tadi bapak janji apa sama saya. Katanya pulang jam 7 malam, ini udah jam 9 baru sampe?!”

Lelaki itu tak menjawab, ia hanya diam dan masih menyenderkan kepalanya yang tertunduk itu dipintu. Tak lama kemudian ia ngeloyor pergi ke sebuah warung kopi didepan jalan, menghabiskan berbatang-batang rokok sambil menyeruput secangkir kopi. Entah malam itu dia bisa masuk kerumahnya atau tidak, yang jelas keesokan harinya dia berangkat kerja seperti biasa, namun sepertinya dengan menggunakan baju dinas yang kemarin dipakainya.

Wallahu a’lam......

*Untuk yang sedang belajar mensyukuri yang ada, yang sedang belajar menerima istri/suami apa adanya, diambil dari warnaislam.com


No comments:

Post a Comment