Saturday, December 6, 2008

Menyemai Cinta di Negeri Sakura: Ibu Rumah Tangga

Untuk rencana hari ini, dalam buku agenda tertulis: membuat purchase order, meeting supplier, incoming inspection. Dan beberapa jadwal lainnya. Bukan, saya bukan karyawati kantoran. Saya hanya seorang istri dengan berprofesi ibu rumah tangga. Saya ibaratkan membuat daftar belanja kebutuhan sehari-hari dengan membuat purchase order, acara pergi ke pasar, supermarket, ataupun toserba saya istilahkan dengan meeting supplier, sedangkan incoming inspection adalah istilah untuk rapi-rapi rumah. Semua saya lakukan dengan tujuan agar lebih semangat dan menambah variasi dalam menjalani pekerjaan rumah.

Ibu rumah tangga adalah profesi yang saya geluti semenjak berhenti kerja dari sebuah perusahaan. Saya menyebutnya profesi karena memang pekerjaan rumah tangga membutuhkan profesionalisme berupa keahlian, pengetahuan, dan ketrampilan. Sama dengan pekerjaan kantor lainnya. Jika di perusahaan saya hanya kebagian tugas mengurusi satu bagian yaitu general affair saja, ternyata di rumah tugas saya tidak hanya mentok di satu bagian. Di sini saya wajib berperan multiguna sebagai direktur, manager, sekretaris sekaligus pekerja, yang tidak hanya bisa memahami, tapi juga harus bisa menguasai semua bagian. Yang semuanya nanti harus dilaporkan kepada presiden direktur yaitu suami juga kepada komisaris tertinggi yaitu Allah subhanahu wata'ala.

Pertama kali berhenti bekerja dan menjalani pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, sepertinya ada perasaan tidak betah dan malu untuk mengakui. Mengingat selama ini dalam benak saya telah terpatri pikiran bahwa menjadi wanita karir lebih baik dibandingkan ibu rumah tangga. Ternyata, setelah benar-benar terjun fulltime menjalani pekerjaan rumah tangga, pikiran saya berubah total. Pekerjaan yang semula saya anggap remeh ini ternyata tidak sesederhana seperti dalam bayangan saat menjalaninya.

Ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang tidak hanya membutuhkan perangkat kasar berupa tangan, kaki, dan anggota tubuh lainnya yang diperlukan untuk mencuci, menyeterika, berbenah rumah. Tetapi dibutuhkan pula perangkat lunak berupa keahlian sang otak dalam mengatur keuangan, mengolah makanan, meredam emosi yang ada serta beberapa perangkat lunak lainnya yang berhubungan dengan naluri keibuan berupa kelembutan, kesabaran untuk mengayomi rumah tangga.

Terkadang ibu rumah tangga pun harus siap menjadi bodyguard yang dapat mendeteksi keadaan rumah tangga agar adem, ayem, tentrem. Ditambah dengan waktu kerja yang harus siap sedia selama 24 jam, seorang ibu rumah tangga memerlukan ketahanan jiwa dan fisik yang kuat. Jika dalam perusahaan saya bisa mengambil cuti untuk beristirahat, tetapi tidak begitu dalam profesi ibu rumah tangga. Profesi ini merupakan komitmen saya. Tidak bisa begitu saja ditinggalkan dengan alasan cuti, mengundurkan diri atau meminta pensiun dini karena capek ataupun tidak cocok dengan pekerjaan. Disinilah karir saya ditempa. Saya adalah fasilitator bagi berjalannya manajemen rumah tangga. Semua harus terus dijalani dengan ikhlas dan ridha untuk mendapat 'gaji' berupa pahala tak terhingga dari Allah subhanahu wata'ala. Juga 'bonus' berupa syurga jika patuh kepada suami. Insya Allah.

Menjadi ibu rumah tangga pun ternyata tidak menghambat potensi saya. Justru dengan memilih profesi ini, saya memiliki waktu yang lebih fleksibel dalam mengembangkan potensi untuk meraih prestasi. Diantaranya, saya dapat lulus Nihonggo Nouryoku Shiken (tes kemampuan bahasa Jepang) level satu setelah berusaha keras belajar diantara waktu luang yang ada, juga dapat mengembangkan hobi menulis. Siapa yang menyangka jika setelah menjadi ibu rumah tangga, saya justru diamanahi menjadi ketua di salah satu forum kepenulisan.

Saya bercermin dari Ummahatul Mukminin diantaranya Siti Khadijah radhiallahu 'anha, seorang ibu rumah tangga yang dapat berperan besar terhadap kesuksesan sang suami, Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam. Meski tak menonjolkan diri, tetapi daya dukungnya begitu kuat. Begitu pula dengan putri tercinta Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam yaitu Fathimah radhiallahu 'anha, yang tangannya selalu membekas karena sering menumbuk, pundaknya pun membekas karena sering menjinjing air dengan kendi, bajunya selalu berdebu karena sering menyapu, bahkan tampak kotor karena sering dipakai untuk memasak.

Hingga Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkata kepada Fathimah untuk menghiburnya, "Yaa Fathimah, perempuan mana yang berkeringat ketika dia menggiling gandum untuk suaminya, maka Allah menjadikan antara dirinya dan neraka tujuh buah parit. Perempuan mana yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka, maka Allah akan mencatakan baginya ganjaran pahala orang yang memberi makan seribu orang yang lapar dan memberi pakaian seribu orang yang bertelanjang. Perempuan mana yang menghamparkan tempat untuk berbaring atau menata rumah untuk suaminya dengan baik hati, maka berserulah untuknya penyeru dari langit (malaikat), 'Teruskan amalmu, maka Allah telah mengampunimu akan sesuatu yang telah lalu dari dosamu dan sesuatu yang akan datang.'"

Betapa saya menemukan keagungan dalam pekerjaan ini. Sebuah profesi yang tidak bisa digantikan oleh siapa pun selain saya sendiri, ibu rumah tangga. Tidak salah jika kini, saya begitu bangga dengan profesi ini. Jika ada yang bertanya apa pekerjaan Anda? Tanpa ragu lagi akan keluar jawaban, "Saya adalah ibu rumah tangga."

*Untuk yang sedang belajar jadi ibu rumah tangga, dari buku "Menyemai Cinta di Negeri Sakura, diary kehidupan dua Muslimah yang tinggal di Jepang" tulisan Lizsa Anggraeny - Seriyawati.


2 comments:

jampasir said...

subahanllah,
rabbana hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurratu a'yun, wa ja'alna lil muttaqiina imaamaan

yayan said...

Amiin.. :)

Post a Comment