Konon di Jepang, dalam sebuah latihan untuk menjadi shogun... Dua orang shogun sedang saling berhadapan.
Satu orang disuruh mengambil batu dan mengatakan, "Wah, alangkah indahnya gunung ini!". Satu orang lainnya disuruh mengatakan hal yang sama, dan hanya boleh mengatakannya setelah benar-benar melihatnya sebagai gunung yang sangat indah!
Lalu satu orang disuruh mengambil cangkir yang biasanya cangkir ini dihidangkan dengan occha besertanya. Satu orang lainnya disuruh menerimanya kemudian meminumnya, sampai seakan akan aroma occha terasa, sampai percikan air mengalir terasa di lidahnya, lalu berkata, "Ah, lezatnya occha ini!"
Teman, dibutuhkan orang hebat untuk menerima orang lain yang tidak menarik baginya. Karena intinya, adalah bagaimana dia bisa menjadikan "orang tidak menarik" itu sarana untuk mejadi orang lebih HEBAT!
Cinta menurut mereka..
Yang belum menikah, hmm.. cinta itu ketulusan.
Tumbuh dari hati ke hati. Bukan hasrat untuk memiliki, tapi hasrat untuk menjadikannya lebih baik. Cinta didasari pada batasan syar'i. Persahabatan mereka tiada curiga dan arogansi. Jika suatu saat salah satu dari mereka berkata, "mudah-mudahan kita tetap bisa berteman, mudah-mudahan masing-masing kita mendapat yang terbaik". Subhanallah, kita tetap bisa berteman, tentu. Karena cinta itu ketulusan.
Yang baru menikah, hmm.. cinta itu cinta sejati.
Tumbuh subur dengan kepercayaan dan saling menasehati. Bertambah kuat saat diterjang badai. Tidak ada cinta sejati kalimat, "aku terima nikahnya, fulanah bin fulan". Kata Rasulullah, "tiadalah aku melihat cinta yang sebenarnya kecuali cinta dua orang yang menikah" (au kama qola Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam). Cinta mereka yang baru menikah, belum banyak mengenal satu-sama-lain, baru saling menjajaki satu-sama lain, berusaha untuk saling mengerti dan mamahami. Cinta mereka seperti kuntum bunga yang baru mekar, sebagaimana mereka telah tunggu-tunggu sejak lama dengan berkata "..biarkan kuncupnya jadi bunga.." Kisah cinta mereka adalah kisah cinta paling indah dan nikmat.
"Marriage-a book of which the first chapter is writen in poetry an the remaining in prose." - Beverly Nichols.
Yang baru punya anak, hmm.. cinta itu pengorbanan.
Tumbuh dari perasaan sejati seorang ummi, seorang abi. Cinta bagi mereka adalah bangun tiap malam untuk menenangkan bayi mereka yang sedang menangis. Cinta bagi suami adalah bekerja keras untuk menafkahi istri, untuk biaya membeli susu, membeli makanan kesukaan istri, baginya kebahagiaan istri adalah nomor satu. "Kalau suami bahagia, maka ada satu orang yang bahagia, kalau istri bahagia, maka seisi rumah bahagia". Cinta bagi istri adalah dukungan dan semangat kepada suami. Cinta bagi istri adalah pengorbanan hidup-mati untuk mempersilahkan bayi tercintanya lahir ke bumi. Perasaan mendalam ketika mendengar bayinya menangis atau tertawa. Perasaan paling bahagia saat pertama kali menjadi "ummi", pahlawan yang lemah tapi paling kuat. Apa yang selalu terbayang dipikirannya adalah wajah bayi mungil yang tak berdosa. Akar dari kesemua itu adalah: pengorbanan.
Yang sudah hidup bersama puluhan tahun, hmm.. cinta itu komitmen.
Tumbuh dari perasaan sehati setelah merasakan bersama pahit getirnya hidup. Suatu ketika, terdengar bisik-bisik mesra dari dua kakek-nenek berumur 70 tahun lebih, sedang berjalan pagi-pagi menikmati udara pagi kota saat weekend sambil bergandengan tangan mesra. Bagaimana mereka merawat cinta begitu lama? Adalah komitmen yang mejadikan mereka bertahan. Komitmen telah memupuk cinta dan merawatnya hingga bisa awet begitu lama.
Ah, terlalu sedikit jika tulisan ini dipakai untuk mejelaskan cinta. Karena cinta tidak akan habis dituliskan sepanjang zaman, bahkan tak cukup selesai dipaparkan oleh pakar cinta paling handal sekalipun.
Well, itu semua pendapatku pribadi sih. What do I think 'bout love, sebagai orang yg baru merasakan manis dan pahitnya cinta, hehehehe.. Sudah-sudah.. Back to work!!
Tumbuh dari hati ke hati. Bukan hasrat untuk memiliki, tapi hasrat untuk menjadikannya lebih baik. Cinta didasari pada batasan syar'i. Persahabatan mereka tiada curiga dan arogansi. Jika suatu saat salah satu dari mereka berkata, "mudah-mudahan kita tetap bisa berteman, mudah-mudahan masing-masing kita mendapat yang terbaik". Subhanallah, kita tetap bisa berteman, tentu. Karena cinta itu ketulusan.
Yang baru menikah, hmm.. cinta itu cinta sejati.
Tumbuh subur dengan kepercayaan dan saling menasehati. Bertambah kuat saat diterjang badai. Tidak ada cinta sejati kalimat, "aku terima nikahnya, fulanah bin fulan". Kata Rasulullah, "tiadalah aku melihat cinta yang sebenarnya kecuali cinta dua orang yang menikah" (au kama qola Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam). Cinta mereka yang baru menikah, belum banyak mengenal satu-sama-lain, baru saling menjajaki satu-sama lain, berusaha untuk saling mengerti dan mamahami. Cinta mereka seperti kuntum bunga yang baru mekar, sebagaimana mereka telah tunggu-tunggu sejak lama dengan berkata "..biarkan kuncupnya jadi bunga.." Kisah cinta mereka adalah kisah cinta paling indah dan nikmat.
"Marriage-a book of which the first chapter is writen in poetry an the remaining in prose." - Beverly Nichols.
Yang baru punya anak, hmm.. cinta itu pengorbanan.
Tumbuh dari perasaan sejati seorang ummi, seorang abi. Cinta bagi mereka adalah bangun tiap malam untuk menenangkan bayi mereka yang sedang menangis. Cinta bagi suami adalah bekerja keras untuk menafkahi istri, untuk biaya membeli susu, membeli makanan kesukaan istri, baginya kebahagiaan istri adalah nomor satu. "Kalau suami bahagia, maka ada satu orang yang bahagia, kalau istri bahagia, maka seisi rumah bahagia". Cinta bagi istri adalah dukungan dan semangat kepada suami. Cinta bagi istri adalah pengorbanan hidup-mati untuk mempersilahkan bayi tercintanya lahir ke bumi. Perasaan mendalam ketika mendengar bayinya menangis atau tertawa. Perasaan paling bahagia saat pertama kali menjadi "ummi", pahlawan yang lemah tapi paling kuat. Apa yang selalu terbayang dipikirannya adalah wajah bayi mungil yang tak berdosa. Akar dari kesemua itu adalah: pengorbanan.
Yang sudah hidup bersama puluhan tahun, hmm.. cinta itu komitmen.
Tumbuh dari perasaan sehati setelah merasakan bersama pahit getirnya hidup. Suatu ketika, terdengar bisik-bisik mesra dari dua kakek-nenek berumur 70 tahun lebih, sedang berjalan pagi-pagi menikmati udara pagi kota saat weekend sambil bergandengan tangan mesra. Bagaimana mereka merawat cinta begitu lama? Adalah komitmen yang mejadikan mereka bertahan. Komitmen telah memupuk cinta dan merawatnya hingga bisa awet begitu lama.
Ah, terlalu sedikit jika tulisan ini dipakai untuk mejelaskan cinta. Karena cinta tidak akan habis dituliskan sepanjang zaman, bahkan tak cukup selesai dipaparkan oleh pakar cinta paling handal sekalipun.
Well, itu semua pendapatku pribadi sih. What do I think 'bout love, sebagai orang yg baru merasakan manis dan pahitnya cinta, hehehehe.. Sudah-sudah.. Back to work!!
Hati-hati Bawa Hati
Aduh,
susahnya punya hati
letaknya tersembunyi
tapi geraknya tampak sekali
(he hemm malu juga diri nih)
Makanya,
lebih baik punya istri
kalau tersenyum ada yang menanggapi
kalau berekspresi ada yang memahami
sikapnya lembut tak bikin keki
kadang malah memuji
"Tuhan tak pernah ingkar janji,
kalau terus menjada diri,
akan mendapat pendamping yang lurus hati."
Tapi kalau masih sendiri,
hati-hati bawa hati
kalau sibuk mencari perhatian,
kapan kamu mengenal gadis yang bisa menjaga pandangan?
bagusnya sibuk menyiapkan perbekalan
(maunya sih kutulis memperbaiki iman)
tanpa susah-susah membayangkan
saat saat tak terbayangkan
Adapun kalau sudah beristri,
jangan lupa mengingatkan
kalau ada yang dilalaikan
tentang perkara yang disyari'atkan
tapi kalau ia memelihara kewajiban
ingat-ingatlah untuk memberi perhatian
jangan menunggu dapat peringatan
(Fauzil Adhim, Kupinang Engkau dengan Hamdalah)
susahnya punya hati
letaknya tersembunyi
tapi geraknya tampak sekali
(he hemm malu juga diri nih)
Makanya,
lebih baik punya istri
kalau tersenyum ada yang menanggapi
kalau berekspresi ada yang memahami
sikapnya lembut tak bikin keki
kadang malah memuji
"Tuhan tak pernah ingkar janji,
kalau terus menjada diri,
akan mendapat pendamping yang lurus hati."
Tapi kalau masih sendiri,
hati-hati bawa hati
kalau sibuk mencari perhatian,
kapan kamu mengenal gadis yang bisa menjaga pandangan?
bagusnya sibuk menyiapkan perbekalan
(maunya sih kutulis memperbaiki iman)
tanpa susah-susah membayangkan
saat saat tak terbayangkan
Adapun kalau sudah beristri,
jangan lupa mengingatkan
kalau ada yang dilalaikan
tentang perkara yang disyari'atkan
tapi kalau ia memelihara kewajiban
ingat-ingatlah untuk memberi perhatian
jangan menunggu dapat peringatan
(Fauzil Adhim, Kupinang Engkau dengan Hamdalah)
Tuesday, November 25, 2008
Konflik jangan dihindari...
.. tapi diselesaikan.
Saya ingat betul ketika pertama kali mendapat kuliah dari Prof. Sudjono (atau yang lebih dikenal dikalangan mahasiswa: Pak Jon). "Ilmu elektronika bisa diterapkan dimana-mana, untuk ilmu apapun, bahkan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari". Sejenak kemudian saya berfikir, mencoba mencerna apa maksud kata-kata filosofisnya. Pak Jon lalu mencontohkan tentang fenomena sosial di masyarakat, dan kemiripannya dengan fenomena ilmu-ilmu yang dipelajari di Elektronika.
Sekali lagi, saya gagal memahami apa maksudnya. Bagaimana ilmu Elektronika dipakai untuk menganalisa fenomena sosial? Ah, tapi baru-baru ini, sedikit-demi-sedikit saya mulai memahami apa maksud kata-kata filosofisnya. Ilmu adalah universal. Karena pangkal dari semua ilmu adalah kebenaran universal yang satu. Itu adalah fitrah, yang Allah takdirkan bagi hamba-Nya.
Saya beri satu contoh kecil bagaimana pengalaman kerja saya di bidang IC design menjelaskan fenomena sosial.
Pernah pakai SVN? Tool untuk version control. Untuk windows saya pakai Tortoise SVN, sedangkan untuk Linux saya pakai Kdesvn. Caranya adalah, setelah desain selesai dengan kriteria tertentu, kita commit design. Lalu SVN (atau sering kita sebut: repository) akan merekam semua kejadiannya, termasuk perbedaan code line-per-line antara desain versi duku dengan sekarang. Orang lain bisa melihat code yang baru kita commit dengan cara update design.
Intinya agar kita punya jejak perkembangan desain yang sudah dibuat, agar jika terjadi error, bisa kembali ke versi dahulu. Kegunaan lainnya adalah jika bekerja dalam suatu tim. Bagaimana menggabungkan pekerjaan beberapa orang, dan bagaimana jika ada dua orang mengedit satu file (misalnya verilog file) yang sama.
Contoh terakhir menarik. Dalam development, ada dua orang yang harus mengedit satu file yang sama. Satu orang mengedit lalu commit design. Orang lain mengedit lalu ingin commit design. Tapi tidak bisa! Kenapa? Pertama, karena file di repository telah berubah, dan acuan editing kita tidak sesuai dengan apa yang ada di repository. Kedua, karena editing orang lain yang telah di-commit (atau check-in) di repository posisinya sama dengan apa yang kita edit dalam file kerja kita (current working directory).
Kalau ini terjadi, maka kita sebut sebagai "Konflik". A conflict occurs when two changes are made by different parties to the same document, and the system is unable to reconcile the changes. A user must resolve the conflict by combining the changes, or by selecting one change in favour of the other (http://en.wikipedia.org/wiki/Revision_control).
Ada banyak cara jika kita kedapatan konflik. Cara yang benar adalah pakai resolve conflict. Tortoise SVN punya fasilitas built-in resolve conflict. Untuk Linux bisa pakai Kdiff3.
Apa yang dilakukan dalam proses resolve conflict? Kita membandingkan hasil code kita dengan code yang ada direpository. Tools seraca otomatis akan menunjukkan bagian line berapa yang terjadi conflict. Lalu kita, sebagai desainer, bisa memilih: (1) pakai code line yang ada di repository, (2) pakai code line kita yang ada di current working directory, (3) Memakai kedua code. Apabila ragu-ragu atas pilihan itu, maka kita harus berdiskusi dengan desainer lain yang mengedit file yang sama tersebut. Kemudian memutuskan code mana yang akan dipakai. Itu dalah cara menyelesaikan konflik yang benar.
Cara yang salah adalah:
1. Update repository.
2. Ketemu koflik.
3. Backup code kode_saya.mine
4. Revert ke repository (sesuaikan working directory dengan repository)
5. Timpa kode_saya dengan kode_saya.mine.
Cara ini sangat fatal! Kenapa? Karena kita telah menghapus hasil jerih payah orang lain dengan menimpa pekerjaannya dengan pekerjaan kita. Sama sekali bukan cara yang baik untuk menyelesaikan konflik. Kejaian fatal juga sering terjadi jika sesorang bekerja di directory lain (bukan SVN working directory), lalu untuk commit design adalah dengan cara meng-overwrite file di working directory, lalu meng-commit-nya ke repository. Walapun tidak ada indikasi konflik oleh SVN (karena secara teknis tidak mengedit file yang sama) cara ini lebih fatal! Kita sebut saja konflik terselubung.
Konflik dalam kehidupan sehari-hari.
Ah, ternyata. Dari pengalaman kerja memakai SVN ini, saya mendapat pelajaran bagaimana menghadapi konflik dan menyelesaikannya. Bukan hanya dalam dunia kerja, tapi juga dalam kehidupan sosial. Saya sering katakan pada desainer-desainer muda yang baru berkenalan dengan SVN dan team working. Jangan hindari konflik, tapi selesaikan!
Yup, walau begitu, "konflik jangan dicari... tapi kalau ketemu jangan lari". Konflik juga jangan tidak boleh disembunyikan. Konflik jangan dihindari, tapi diselesaikan :)
Saya ingat betul ketika pertama kali mendapat kuliah dari Prof. Sudjono (atau yang lebih dikenal dikalangan mahasiswa: Pak Jon). "Ilmu elektronika bisa diterapkan dimana-mana, untuk ilmu apapun, bahkan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari". Sejenak kemudian saya berfikir, mencoba mencerna apa maksud kata-kata filosofisnya. Pak Jon lalu mencontohkan tentang fenomena sosial di masyarakat, dan kemiripannya dengan fenomena ilmu-ilmu yang dipelajari di Elektronika.
Sekali lagi, saya gagal memahami apa maksudnya. Bagaimana ilmu Elektronika dipakai untuk menganalisa fenomena sosial? Ah, tapi baru-baru ini, sedikit-demi-sedikit saya mulai memahami apa maksud kata-kata filosofisnya. Ilmu adalah universal. Karena pangkal dari semua ilmu adalah kebenaran universal yang satu. Itu adalah fitrah, yang Allah takdirkan bagi hamba-Nya.
Saya beri satu contoh kecil bagaimana pengalaman kerja saya di bidang IC design menjelaskan fenomena sosial.
Pernah pakai SVN? Tool untuk version control. Untuk windows saya pakai Tortoise SVN, sedangkan untuk Linux saya pakai Kdesvn. Caranya adalah, setelah desain selesai dengan kriteria tertentu, kita commit design. Lalu SVN (atau sering kita sebut: repository) akan merekam semua kejadiannya, termasuk perbedaan code line-per-line antara desain versi duku dengan sekarang. Orang lain bisa melihat code yang baru kita commit dengan cara update design.
Intinya agar kita punya jejak perkembangan desain yang sudah dibuat, agar jika terjadi error, bisa kembali ke versi dahulu. Kegunaan lainnya adalah jika bekerja dalam suatu tim. Bagaimana menggabungkan pekerjaan beberapa orang, dan bagaimana jika ada dua orang mengedit satu file (misalnya verilog file) yang sama.
Contoh terakhir menarik. Dalam development, ada dua orang yang harus mengedit satu file yang sama. Satu orang mengedit lalu commit design. Orang lain mengedit lalu ingin commit design. Tapi tidak bisa! Kenapa? Pertama, karena file di repository telah berubah, dan acuan editing kita tidak sesuai dengan apa yang ada di repository. Kedua, karena editing orang lain yang telah di-commit (atau check-in) di repository posisinya sama dengan apa yang kita edit dalam file kerja kita (current working directory).
Kalau ini terjadi, maka kita sebut sebagai "Konflik". A conflict occurs when two changes are made by different parties to the same document, and the system is unable to reconcile the changes. A user must resolve the conflict by combining the changes, or by selecting one change in favour of the other (http://en.wikipedia.org/wiki/Revision_control).
Ada banyak cara jika kita kedapatan konflik. Cara yang benar adalah pakai resolve conflict. Tortoise SVN punya fasilitas built-in resolve conflict. Untuk Linux bisa pakai Kdiff3.
Apa yang dilakukan dalam proses resolve conflict? Kita membandingkan hasil code kita dengan code yang ada direpository. Tools seraca otomatis akan menunjukkan bagian line berapa yang terjadi conflict. Lalu kita, sebagai desainer, bisa memilih: (1) pakai code line yang ada di repository, (2) pakai code line kita yang ada di current working directory, (3) Memakai kedua code. Apabila ragu-ragu atas pilihan itu, maka kita harus berdiskusi dengan desainer lain yang mengedit file yang sama tersebut. Kemudian memutuskan code mana yang akan dipakai. Itu dalah cara menyelesaikan konflik yang benar.
Cara yang salah adalah:
1. Update repository.
2. Ketemu koflik.
3. Backup code kode_saya.mine
4. Revert ke repository (sesuaikan working directory dengan repository)
5. Timpa kode_saya dengan kode_saya.mine.
Cara ini sangat fatal! Kenapa? Karena kita telah menghapus hasil jerih payah orang lain dengan menimpa pekerjaannya dengan pekerjaan kita. Sama sekali bukan cara yang baik untuk menyelesaikan konflik. Kejaian fatal juga sering terjadi jika sesorang bekerja di directory lain (bukan SVN working directory), lalu untuk commit design adalah dengan cara meng-overwrite file di working directory, lalu meng-commit-nya ke repository. Walapun tidak ada indikasi konflik oleh SVN (karena secara teknis tidak mengedit file yang sama) cara ini lebih fatal! Kita sebut saja konflik terselubung.
Konflik dalam kehidupan sehari-hari.
Ah, ternyata. Dari pengalaman kerja memakai SVN ini, saya mendapat pelajaran bagaimana menghadapi konflik dan menyelesaikannya. Bukan hanya dalam dunia kerja, tapi juga dalam kehidupan sosial. Saya sering katakan pada desainer-desainer muda yang baru berkenalan dengan SVN dan team working. Jangan hindari konflik, tapi selesaikan!
Yup, walau begitu, "konflik jangan dicari... tapi kalau ketemu jangan lari". Konflik juga jangan tidak boleh disembunyikan. Konflik jangan dihindari, tapi diselesaikan :)
Workaholic vs Kebahagiaan Keluarga
Seseorang bertanya, "Kita diajarkan untuk berdedikasi tinggi dalam pekerjaan." Lalu dia menambahkan, "Bagaimana jika kita bekerja keras sampai mengorbankan apa yang menjadi 'tujuan' seorang pemimpin rumah tangga dalam bekerja, yaitu kebahagiaan rumah tangga?". "Berangkat kerja pagi hari", tambahnya, "pulang larut malam, bahkan kadang sampai harus keluar kota beberapa hari. Sedikit sekali waktu untuk keluarga".
Jawabnya adalah, "Semua terletak pada kualitas interaksi, bukan kuantitas". Contoh kasus, ada seorang ayah yang bisa berada di rumah 10 jam sehari. Cukup lama bukan? Tapi perhatikan, ketika anak-anak melihat mobil ayahnya datang, mereka tidak merasa senang karena ayahnya pulang, tapi justru bergumam, "Yah, ayah sudah datang!". Atau ketika sedang berada dirumah, yang dipikirkan anak-anak tidak lepas dari, "Kapan sih ayah pergi?".
Kasus kedua, seorang ayah baru saja pulang dari luar kota beberapa hari, lalu ketika mobil baru masuk halaman rumah, anak-anak keluar dan berteriak histeris, "Ayah, Ayah!". Lalu sang istri menjemput suami tercinta lalu meyapa dengan penuh perhatian, "Capek, pa?".
Dua kasus yang kontras. Kasus pertama, seorang ayah punya banyak waktu di rumah, kasus kedua, seorang ayah yang jarang berada di rumah. Lebih bahagia yang mana? Jawabnya terserah Anda :)
Jawabnya adalah, "Semua terletak pada kualitas interaksi, bukan kuantitas". Contoh kasus, ada seorang ayah yang bisa berada di rumah 10 jam sehari. Cukup lama bukan? Tapi perhatikan, ketika anak-anak melihat mobil ayahnya datang, mereka tidak merasa senang karena ayahnya pulang, tapi justru bergumam, "Yah, ayah sudah datang!". Atau ketika sedang berada dirumah, yang dipikirkan anak-anak tidak lepas dari, "Kapan sih ayah pergi?".
Kasus kedua, seorang ayah baru saja pulang dari luar kota beberapa hari, lalu ketika mobil baru masuk halaman rumah, anak-anak keluar dan berteriak histeris, "Ayah, Ayah!". Lalu sang istri menjemput suami tercinta lalu meyapa dengan penuh perhatian, "Capek, pa?".
Dua kasus yang kontras. Kasus pertama, seorang ayah punya banyak waktu di rumah, kasus kedua, seorang ayah yang jarang berada di rumah. Lebih bahagia yang mana? Jawabnya terserah Anda :)
Nasehat hari ini
Entah kenapa tiba-tiba hari ini dapat banyak nasehat tentang cinta. Dari memberi semangat, sampai menghibur. Tapi yang paling berkesan (dan menghibur, kata temen) ya dari blog Agah. http://thebloggah.blogspot.com/2008/11/6-derajat-wanita-solehah-dilihat-dari.html. Hmm.. betul sekali. Walaupun ada discalimer, "Sekali lagi, ini mah tulisan iseng. Mohon maap lahir dan batin buat yang kurang berkenan.", tapi temen perempuan mengomentariku terkesan setuju, "iya" ":))", "tnx". Hehe..
Ada satu artikel juga yang menarik, dari http://warnaislam.com/rubrik/hikmah/2008/11/20/14580/Seri_Kebahagiaan_INILAH_CINTA.htm. 'Ala kulli hal, terima kasih semua, Alhamdulillah. Hidup adalah pilihan, kata teteh, dan yang terbaik adalah pilihan yang terbaik menurut Allah :)
Ada satu artikel juga yang menarik, dari http://warnaislam.com/rubrik/hikmah/2008/11/20/14580/Seri_Kebahagiaan_INILAH_CINTA.htm. 'Ala kulli hal, terima kasih semua, Alhamdulillah. Hidup adalah pilihan, kata teteh, dan yang terbaik adalah pilihan yang terbaik menurut Allah :)
Friday, November 21, 2008
Very often...
we fail to recognize what we have until we lose it..
...
It's the heart of a Muslim through the guidance of Islam
That makes you fair and kind and helpful to your fellow man
So living as a Muslim means that you must play a part
Allah looks not at how you look, but what is in your heart
...
(Zain Bikha, Hearth of Muslim)
...
It's the heart of a Muslim through the guidance of Islam
That makes you fair and kind and helpful to your fellow man
So living as a Muslim means that you must play a part
Allah looks not at how you look, but what is in your heart
...
(Zain Bikha, Hearth of Muslim)
Tuesday, November 18, 2008
Smile :)
Tak baik berlama-lama kosong.. hohoh.. jadi kuambilkan tulisanku di newsgruop vs.getemono. Here we go!
Bagi para penyuka animasi, tahukah Anda bahwa Toy Story dan Shrek dibuat menggunakan ilmu FACS (Facial Action Coding System http://en.wikipedia.org/wiki/Facial_Action_Coding_System)?
Alkisah, Paul Ekman (http://www.paulekman.com/) dan Wallace Friesen melakukan riset menyusun taksonomi untuk mimik wajah. Dengan terus berkonsultasi dengan para pakar anatomi wajah, mereka memadupadankan 43 gerakan otot berbeda yang bisa dibuat oleh wajah. Walhasil, mereka dapat membuat kombinasi gerakan otot wajah yang memiliki makna sebanyak hampir sepuluh ribu kombinasi, lalu dituangkan dalam dokumentasi setebal 500 lembar! (http://www.face-and-emotion.com/dataface/facs/description.jsp)
Ceritanya, Ekman dan Friesen melakukan riset dengan mengumpulkan sejumlah relawan yang dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta mengingat-ingat kembali pengalaman mereka yang sangat berat (bisa dibilang membuat trauma). Satu kelompok diminta untuk 'berakting' menurut mimik wajah FACS. Hasilnya, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung yang sama dan kenaikan suhu tubuh yang persis.
Nah, beberapa waktu kemudian, beberapa Psikolog Jerman mencoba hal yang sama. Mereka meminta dua kelompok relawan untuk mengamati gambar-gambar kartun. Kelompok pertama harus melakukannya sambil menggigit pulpen (yang memaksa mereka untuk tersenyum), kelompok kedua menggunakan bibirnya untuk menjepit pulpen (yang membuat mereka mustahil untuk tersenyum).
Hasilnya? Yang menggigit pulpen dengan gigi (sehingga terpaksa tersenyum) jauh lebih merasa bahwa kartun-kartun itu lucu, sementara relawan yang menjepit pulpen dengan bibi (sehingga sulit tersenyum) merasa kartun itu biasa saja. Wow!
Ada artikel menarik tentang 'Facial Action' ini dari The New Yorker (http://www.gladwell.com/2002/2002_08_05_a_face.htm). Coba buka yang pdf nya. Mungkin ihwal ini yg sering kita sebut sugesti?
Tambahan:
Setiap orang memiliki cara berbeda-beda untuk menyatakan maksud melalui bahasa tubuh (gesture language). Bagaimana dengan wajah? Apakah bahasa wajah/mimik universal?
Berikut video menarik yang membahas ini:
Is your face giving you away? Meet renowned psychologist Paul Ekman, who has spent his life studying how our facial muscles involuntarily reveal emotions like sadness and anger. His comprehensive catalog of human facial expressions has become an important tool for everyone from law enforcement agents to animators.
http://www.youtube.com/watch?v=-PFqzYoKkCc
ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Yan Syafri Hidayat wrote:
> ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang
> tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Ada, ini disebut "efek mirroring". Coba perhatikan:
1. Mengapa kita membalas senyum seseorang yang tidak kita kenal yang tiba-tiba tersenyum pada kita?
2. Mengapa kita tersenyum kepada bayi yang tertawa/terseyum pada kita padahal kita tidak tahu apa maksud bayi tersebut
3. Mengapa kita tertawa/tersenyum jika melihat orang-orang di TV tertawa/tersenyum.
Dan bukan hanya tertawa atau tersenyum, tapi juga jika kita melihat orang lain tertawa, menangis dll, maka secara *tidak sadar* kita akan berusaha me-mirror-kan keadaan itu pada diri kita. Mangapa ini terjadi? Karena kita adalah mahluk sosial, yang berusaha ber-empati kepada orang lain.
http://en.wikipedia.org/wiki/Mirroring_(psychology)
# Lho ada yg. bilang kan "kamu adalah kaca saudaramu"...
Dan lebih lanjut seharusnya tidak bisa hidup bahagia/tertawa diatas penderitaan orang lain. Berkaitan dg. itu jika kita ingin membuat seseorang tidak peduli dg. lingkungan, maka pisahkan perasaannya dengan lingkungannya. Atau dengan meng-dis-asosiasikan perasaannya dg. perasaan lingkungannya. Maka dia tidak akan peduli dg. lingkungannya.
Caranya mudah, agar seseorang tidak merasakan penderitaan rakyat miskin
dan/atau melupakan penderitaan, cukup retorika dimulut saja:
1. buat dia tidak pernahhidup dengan orang miskin.
2. buat dia hanya mengalami hal-hal mewah, seperti belanja di tempat super-mewah, tidak pernah mengalami kemacetan dan panasnya bis PPD di jam sibuk.
3. cekoki dengan kehidupan mewah dan glamour lewat TV...
Dengan mudah seorang akan merasa bahwa kemiskinan itu bukan dunianya.
# Hal ini dipraktekkan di Korut... dan cukup berhasil
# Dan semoga tidak terjadi di Indonesia
Bagi para penyuka animasi, tahukah Anda bahwa Toy Story dan Shrek dibuat menggunakan ilmu FACS (Facial Action Coding System http://en.wikipedia.org/wiki/Facial_Action_Coding_System)?
Alkisah, Paul Ekman (http://www.paulekman.com/) dan Wallace Friesen melakukan riset menyusun taksonomi untuk mimik wajah. Dengan terus berkonsultasi dengan para pakar anatomi wajah, mereka memadupadankan 43 gerakan otot berbeda yang bisa dibuat oleh wajah. Walhasil, mereka dapat membuat kombinasi gerakan otot wajah yang memiliki makna sebanyak hampir sepuluh ribu kombinasi, lalu dituangkan dalam dokumentasi setebal 500 lembar! (http://www.face-and-emotion.com/dataface/facs/description.jsp)
Ceritanya, Ekman dan Friesen melakukan riset dengan mengumpulkan sejumlah relawan yang dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta mengingat-ingat kembali pengalaman mereka yang sangat berat (bisa dibilang membuat trauma). Satu kelompok diminta untuk 'berakting' menurut mimik wajah FACS. Hasilnya, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung yang sama dan kenaikan suhu tubuh yang persis.
Nah, beberapa waktu kemudian, beberapa Psikolog Jerman mencoba hal yang sama. Mereka meminta dua kelompok relawan untuk mengamati gambar-gambar kartun. Kelompok pertama harus melakukannya sambil menggigit pulpen (yang memaksa mereka untuk tersenyum), kelompok kedua menggunakan bibirnya untuk menjepit pulpen (yang membuat mereka mustahil untuk tersenyum).
Hasilnya? Yang menggigit pulpen dengan gigi (sehingga terpaksa tersenyum) jauh lebih merasa bahwa kartun-kartun itu lucu, sementara relawan yang menjepit pulpen dengan bibi (sehingga sulit tersenyum) merasa kartun itu biasa saja. Wow!
Ada artikel menarik tentang 'Facial Action' ini dari The New Yorker (http://www.gladwell.com/2002/2002_08_05_a_face.htm). Coba buka yang pdf nya. Mungkin ihwal ini yg sering kita sebut sugesti?
Tambahan:
Setiap orang memiliki cara berbeda-beda untuk menyatakan maksud melalui bahasa tubuh (gesture language). Bagaimana dengan wajah? Apakah bahasa wajah/mimik universal?
Berikut video menarik yang membahas ini:
Is your face giving you away? Meet renowned psychologist Paul Ekman, who has spent his life studying how our facial muscles involuntarily reveal emotions like sadness and anger. His comprehensive catalog of human facial expressions has become an important tool for everyone from law enforcement agents to animators.
http://www.youtube.com/watch?v=-PFqzYoKkCc
ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Yan Syafri Hidayat wrote:
> ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang
> tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Ada, ini disebut "efek mirroring". Coba perhatikan:
1. Mengapa kita membalas senyum seseorang yang tidak kita kenal yang tiba-tiba tersenyum pada kita?
2. Mengapa kita tersenyum kepada bayi yang tertawa/terseyum pada kita padahal kita tidak tahu apa maksud bayi tersebut
3. Mengapa kita tertawa/tersenyum jika melihat orang-orang di TV tertawa/tersenyum.
Dan bukan hanya tertawa atau tersenyum, tapi juga jika kita melihat orang lain tertawa, menangis dll, maka secara *tidak sadar* kita akan berusaha me-mirror-kan keadaan itu pada diri kita. Mangapa ini terjadi? Karena kita adalah mahluk sosial, yang berusaha ber-empati kepada orang lain.
http://en.wikipedia.org/wiki/Mirroring_(psychology)
# Lho ada yg. bilang kan "kamu adalah kaca saudaramu"...
Dan lebih lanjut seharusnya tidak bisa hidup bahagia/tertawa diatas penderitaan orang lain. Berkaitan dg. itu jika kita ingin membuat seseorang tidak peduli dg. lingkungan, maka pisahkan perasaannya dengan lingkungannya. Atau dengan meng-dis-asosiasikan perasaannya dg. perasaan lingkungannya. Maka dia tidak akan peduli dg. lingkungannya.
Caranya mudah, agar seseorang tidak merasakan penderitaan rakyat miskin
dan/atau melupakan penderitaan, cukup retorika dimulut saja:
1. buat dia tidak pernahhidup dengan orang miskin.
2. buat dia hanya mengalami hal-hal mewah, seperti belanja di tempat super-mewah, tidak pernah mengalami kemacetan dan panasnya bis PPD di jam sibuk.
3. cekoki dengan kehidupan mewah dan glamour lewat TV...
Dengan mudah seorang akan merasa bahwa kemiskinan itu bukan dunianya.
# Hal ini dipraktekkan di Korut... dan cukup berhasil
# Dan semoga tidak terjadi di Indonesia
Subscribe to:
Posts (Atom)