Tak baik berlama-lama kosong.. hohoh.. jadi kuambilkan tulisanku di newsgruop vs.getemono. Here we go!
Bagi para penyuka animasi, tahukah Anda bahwa Toy Story dan Shrek dibuat menggunakan ilmu FACS (Facial Action Coding System http://en.wikipedia.org/wiki/Facial_Action_Coding_System)?
Alkisah, Paul Ekman (http://www.paulekman.com/) dan Wallace Friesen melakukan riset menyusun taksonomi untuk mimik wajah. Dengan terus berkonsultasi dengan para pakar anatomi wajah, mereka memadupadankan 43 gerakan otot berbeda yang bisa dibuat oleh wajah. Walhasil, mereka dapat membuat kombinasi gerakan otot wajah yang memiliki makna sebanyak hampir sepuluh ribu kombinasi, lalu dituangkan dalam dokumentasi setebal 500 lembar! (http://www.face-and-emotion.com/dataface/facs/description.jsp)
Ceritanya, Ekman dan Friesen melakukan riset dengan mengumpulkan sejumlah relawan yang dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta mengingat-ingat kembali pengalaman mereka yang sangat berat (bisa dibilang membuat trauma). Satu kelompok diminta untuk 'berakting' menurut mimik wajah FACS. Hasilnya, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung yang sama dan kenaikan suhu tubuh yang persis.
Nah, beberapa waktu kemudian, beberapa Psikolog Jerman mencoba hal yang sama. Mereka meminta dua kelompok relawan untuk mengamati gambar-gambar kartun. Kelompok pertama harus melakukannya sambil menggigit pulpen (yang memaksa mereka untuk tersenyum), kelompok kedua menggunakan bibirnya untuk menjepit pulpen (yang membuat mereka mustahil untuk tersenyum).
Hasilnya? Yang menggigit pulpen dengan gigi (sehingga terpaksa tersenyum) jauh lebih merasa bahwa kartun-kartun itu lucu, sementara relawan yang menjepit pulpen dengan bibi (sehingga sulit tersenyum) merasa kartun itu biasa saja. Wow!
Ada artikel menarik tentang 'Facial Action' ini dari The New Yorker (http://www.gladwell.com/2002/2002_08_05_a_face.htm). Coba buka yang pdf nya. Mungkin ihwal ini yg sering kita sebut sugesti?
Tambahan:
Setiap orang memiliki cara berbeda-beda untuk menyatakan maksud melalui bahasa tubuh (gesture language). Bagaimana dengan wajah? Apakah bahasa wajah/mimik universal?
Berikut video menarik yang membahas ini:
Is your face giving you away? Meet renowned psychologist Paul Ekman, who has spent his life studying how our facial muscles involuntarily reveal emotions like sadness and anger. His comprehensive catalog of human facial expressions has become an important tool for everyone from law enforcement agents to animators.
http://www.youtube.com/watch?v=-PFqzYoKkCc
ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Yan Syafri Hidayat wrote:
> ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang
> tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Ada, ini disebut "efek mirroring". Coba perhatikan:
1. Mengapa kita membalas senyum seseorang yang tidak kita kenal yang tiba-tiba tersenyum pada kita?
2. Mengapa kita tersenyum kepada bayi yang tertawa/terseyum pada kita padahal kita tidak tahu apa maksud bayi tersebut
3. Mengapa kita tertawa/tersenyum jika melihat orang-orang di TV tertawa/tersenyum.
Dan bukan hanya tertawa atau tersenyum, tapi juga jika kita melihat orang lain tertawa, menangis dll, maka secara *tidak sadar* kita akan berusaha me-mirror-kan keadaan itu pada diri kita. Mangapa ini terjadi? Karena kita adalah mahluk sosial, yang berusaha ber-empati kepada orang lain.
http://en.wikipedia.org/wiki/Mirroring_(psychology)
# Lho ada yg. bilang kan "kamu adalah kaca saudaramu"...
Dan lebih lanjut seharusnya tidak bisa hidup bahagia/tertawa diatas penderitaan orang lain. Berkaitan dg. itu jika kita ingin membuat seseorang tidak peduli dg. lingkungan, maka pisahkan perasaannya dengan lingkungannya. Atau dengan meng-dis-asosiasikan perasaannya dg. perasaan lingkungannya. Maka dia tidak akan peduli dg. lingkungannya.
Caranya mudah, agar seseorang tidak merasakan penderitaan rakyat miskin
dan/atau melupakan penderitaan, cukup retorika dimulut saja:
1. buat dia tidak pernahhidup dengan orang miskin.
2. buat dia hanya mengalami hal-hal mewah, seperti belanja di tempat super-mewah, tidak pernah mengalami kemacetan dan panasnya bis PPD di jam sibuk.
3. cekoki dengan kehidupan mewah dan glamour lewat TV...
Dengan mudah seorang akan merasa bahwa kemiskinan itu bukan dunianya.
# Hal ini dipraktekkan di Korut... dan cukup berhasil
# Dan semoga tidak terjadi di Indonesia
Bagi para penyuka animasi, tahukah Anda bahwa Toy Story dan Shrek dibuat menggunakan ilmu FACS (Facial Action Coding System http://en.wikipedia.org/wiki/Facial_Action_Coding_System)?
Alkisah, Paul Ekman (http://www.paulekman.com/) dan Wallace Friesen melakukan riset menyusun taksonomi untuk mimik wajah. Dengan terus berkonsultasi dengan para pakar anatomi wajah, mereka memadupadankan 43 gerakan otot berbeda yang bisa dibuat oleh wajah. Walhasil, mereka dapat membuat kombinasi gerakan otot wajah yang memiliki makna sebanyak hampir sepuluh ribu kombinasi, lalu dituangkan dalam dokumentasi setebal 500 lembar! (http://www.face-and-emotion.com/dataface/facs/description.jsp)
Ceritanya, Ekman dan Friesen melakukan riset dengan mengumpulkan sejumlah relawan yang dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok diminta mengingat-ingat kembali pengalaman mereka yang sangat berat (bisa dibilang membuat trauma). Satu kelompok diminta untuk 'berakting' menurut mimik wajah FACS. Hasilnya, kedua kelompok mengalami kenaikan laju denyut jantung yang sama dan kenaikan suhu tubuh yang persis.
Nah, beberapa waktu kemudian, beberapa Psikolog Jerman mencoba hal yang sama. Mereka meminta dua kelompok relawan untuk mengamati gambar-gambar kartun. Kelompok pertama harus melakukannya sambil menggigit pulpen (yang memaksa mereka untuk tersenyum), kelompok kedua menggunakan bibirnya untuk menjepit pulpen (yang membuat mereka mustahil untuk tersenyum).
Hasilnya? Yang menggigit pulpen dengan gigi (sehingga terpaksa tersenyum) jauh lebih merasa bahwa kartun-kartun itu lucu, sementara relawan yang menjepit pulpen dengan bibi (sehingga sulit tersenyum) merasa kartun itu biasa saja. Wow!
Ada artikel menarik tentang 'Facial Action' ini dari The New Yorker (http://www.gladwell.com/2002/2002_08_05_a_face.htm). Coba buka yang pdf nya. Mungkin ihwal ini yg sering kita sebut sugesti?
Tambahan:
Setiap orang memiliki cara berbeda-beda untuk menyatakan maksud melalui bahasa tubuh (gesture language). Bagaimana dengan wajah? Apakah bahasa wajah/mimik universal?
Berikut video menarik yang membahas ini:
Is your face giving you away? Meet renowned psychologist Paul Ekman, who has spent his life studying how our facial muscles involuntarily reveal emotions like sadness and anger. His comprehensive catalog of human facial expressions has become an important tool for everyone from law enforcement agents to animators.
http://www.youtube.com/watch?v=-PFqzYoKkCc
ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Yan Syafri Hidayat wrote:
> ps. Just curious, adakah penelitian psikologi 'melihat foto orang
> tersenyum bisa mempengaruhi orang untuk tersenyum'?
Ada, ini disebut "efek mirroring". Coba perhatikan:
1. Mengapa kita membalas senyum seseorang yang tidak kita kenal yang tiba-tiba tersenyum pada kita?
2. Mengapa kita tersenyum kepada bayi yang tertawa/terseyum pada kita padahal kita tidak tahu apa maksud bayi tersebut
3. Mengapa kita tertawa/tersenyum jika melihat orang-orang di TV tertawa/tersenyum.
Dan bukan hanya tertawa atau tersenyum, tapi juga jika kita melihat orang lain tertawa, menangis dll, maka secara *tidak sadar* kita akan berusaha me-mirror-kan keadaan itu pada diri kita. Mangapa ini terjadi? Karena kita adalah mahluk sosial, yang berusaha ber-empati kepada orang lain.
http://en.wikipedia.org/wiki/Mirroring_(psychology)
# Lho ada yg. bilang kan "kamu adalah kaca saudaramu"...
Dan lebih lanjut seharusnya tidak bisa hidup bahagia/tertawa diatas penderitaan orang lain. Berkaitan dg. itu jika kita ingin membuat seseorang tidak peduli dg. lingkungan, maka pisahkan perasaannya dengan lingkungannya. Atau dengan meng-dis-asosiasikan perasaannya dg. perasaan lingkungannya. Maka dia tidak akan peduli dg. lingkungannya.
Caranya mudah, agar seseorang tidak merasakan penderitaan rakyat miskin
dan/atau melupakan penderitaan, cukup retorika dimulut saja:
1. buat dia tidak pernahhidup dengan orang miskin.
2. buat dia hanya mengalami hal-hal mewah, seperti belanja di tempat super-mewah, tidak pernah mengalami kemacetan dan panasnya bis PPD di jam sibuk.
3. cekoki dengan kehidupan mewah dan glamour lewat TV...
Dengan mudah seorang akan merasa bahwa kemiskinan itu bukan dunianya.
# Hal ini dipraktekkan di Korut... dan cukup berhasil
# Dan semoga tidak terjadi di Indonesia
No comments:
Post a Comment